kisah teladan islam : Panglima Rubai Bin Amir - Islam Itu Indah Sekali Blog
Kisah Teladan Panglima Ruba’I Bin Amir
Ibnu katsir dalam karyanya Al-bidayah
wa an an-nihayah menceritakan, mughirah bin Syu’bah pernah diutus oleh
Panglima Sa’ad Bin Abi Waqash, untuk mendatangi kerajaan Persia yang masih
menganut kerajaan majusi. Rustum adalah panglima Persia yang sangat di segani
seperti gadjah mada patihnya kerajaan majapahit.
Ketika mughirah tiba di istana, panglima
perang Rustum bertanya ”untuk apa kamu
datang ke kerajaanku, apakah ingin mengusai kerajaan kami,”
seketika Mughirah menjawab:,”Dunia bukanlah tujuan kami. Cita-cita dan
tujuan kami adalah akhirat Allah kepadamu rasul dan dia berkata kepadanya (
yang maknanya ) : Aku telah memberikan kekuasaan kepada kaum ini ( kaum muslim
) atas orang-orang yang tidak tunduk pada agama-Ku.”
Kemudian Raja lagi:”mahua
ad-dien? ( Agama apakah itu ? )”
Mughirah menjawab,”pilar yang
tegak di atasnya kesaksian, bahwa tidak ada tuhan yang disembah kecuali Allah
dan Muhammad adalah Rasulullah, serta pengakuan atas semua yang datang
dari-Nya.”
Setelah peristiwa tersebut, Sebelum
terjadi peperangan Qadisiyah ( Antara pasukan Muslim dengan pasukan Persia ),
panglima Rustam memberi undangan agar panglima Sa’ad bin Abi Waqash mengutus
orang untuk datang sebagai tamu kenegaraan. Kemudian salah seorang prajurit
muslim bernama Ruba’I bin Amir, dikirim oleh Sa’ad bin Abi Waqash untuk
menghadap panglima Rustum kembali. Dengan mengendarai seekor kuda, Ruba’i
melaju cepat menuju perkemahan Rustum di perbatasan. Setibanya di lokasi, Ruba’i
bin Amir berhadapan dengan semua pembesar militer yang berpakaian kenegaraan.
Forum mereka di hiasi dengan hamparan karpet merah berbahan sutera, jendral
Rustum di podium militernya. Ia memakai atribut berbahan emas yang dihiasi
dengan batu permata yang serba mahal. Sebaliknya, Ruba’i bin Amir, hanya
mengenakan pakaian berbahan kasar dan sederhana.
Dari kejauhan, ringkikan suara kuda
Ruba’I sudah menggetarkan setiap yang mendengarnya, dengan berbekal tombak dan
perisai umumnya tentara kala itu, Ruba’i bin Amir masuk ke perkampungan kemah
petinggi militer, tanpa menghiraukan penjagaan ketat yang menakutkan. Ruba’i
terus masuk dengan menunggangi kuda dan membiarkan kaki kuda mengotori hamparan
karpet merah symbol kenegaraan.
Mendengar rinkikan kuda yang
mencirikan kuda istimewa, Rustam tersenyum bahwa utusan panglima Sa’ad bin Abi
Waqash telah tiba, sebab jauh hari dia sudah memerintahkan untuk memasang besi
portal setinggi setengah badan. Dengan memasang portal besi setengah badan ini,
Rustum berharap utusan militer muslim ini mau tidak mau berjalan menghadap
dirinya dengan membungkuk-kan badan. Namun diplomasi praksis Ruba’i bin Amir tidak kalah tegas dan cerdik.
Menyaksikan fakta ada portal di hadapannya, ruba’i kemudian membalikan badan,
lalu berjalan mundur seraya membungkukan badanya, sehingga pantat-nya
membokongi rustum sang panglima Persia. Ruba’i terus berjalan kedepan dengan
posisi membelakangi sambil menyeret tombaknya, dengan demikian seketika juga
hamparan karpet merah terkoyak-koyak tata-letaknya. Menyaksikan peristiwa itu
para jendral militer berseru : “Letakan senjata itu!’
Ruba’i menjawab, “Aku datang kemari tidak lain hanyalah atas
undangan kalian. Jika kalian senang, biarkan aku dalam keadanku, seperti ini,
atau kalau tidak , aku akan pulang.”
Kemudian Rustum menengahi : “Biarkan ia menghadap!” Akhirnya,
Ruba’i menghadap panglima Rustum, dengan tombak masuk hamparan karpet merah.
Dan seketika itu pula karpet terkoyak-koyak. Mereka bertanya,”Apakah yang mendorongmu masuk daerah
kami?”. “Allah SWT telah mengutus
kami untuk membebaskan manusia dari memperhambakan diri kepada selain Allah,
dan melepaskan belenggu duniawi menuju dunia bebas, dan dari agama yang sesat
menuju keadilan Islam.
Jawaban Ruba’i, ini menegaskan
semangat dakwah adalah karena Allah SWT bukan bermotif politis, kekuasaan atau
ekonomi. Seperti ditegaskan di firman Allah, agar semua hal di motifkan karena
Allah semata: “Sesungguhnya Shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
kepada Allah .” (QS. AL-An’am : 162-163 ).